Pages - Menu

Monday, January 11, 2016

PETRA

Petra (dari πέτρα petra, "batu" dalam bahasa Yunanibahasa Arab: البتراء, al-Bitrā) adalah sebuah situs arkeologikal di Ma'an,Yordania. Tempat ini terkenal dengan bangunan arsitektur yang dipahat pada bebatuan serta sistem pengairannya.
Diperkirakan dibangun pada awal tahun 312 sebelum masehi, sebagai ibu kota dari Nabath,[1] yang sekarang menjadi simbol dari Yordania, dan juga menjadi tempat kunjungan favorit para turis.[2] Tempat ini terletak pada yang terletak di dataran rendah di antara gunung-gunung Gunung Hor[3] yang membentuk sayap timur Wadi Araba, lembah besar yang berawal dari Laut Matisampai Teluk Aqaba.
Situs ini tidak pernah diketemukan oleh dunia barat hingga 1812, ketika pengelana dari SwissJohann Ludwig Burckhardtmenemukannya untuk pertama kalinya. Situs ini digambarkan seperti "sebuah kota mawar merah yang antik" dalam salah satu puisi yang menang dalam lomba Newdigate Prize, karya dari John William Burgon. Sedangkan UNESCO menyatakannya sebagai "salah satu peninggalan kultural yang paling penting dalam peradaban manusia" dan masuk sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO sejak 6 Desember 1985.[4] Petra dipilih oleh majalah "Smithsonian" sebagai salah satu dari "28 tempat yang harus dikunjungi sebelum meninggal dunia".

Petra yang bisa ditempuh sekitar 3-5 jam perjalanan darat dari kota Amman, Yordania, dulu adalah ibu kota suku Nabatean, salah satu rumpun bangsa Arab yang hidup sebelum masuknya bangsa Romawi.
Sebenarnya, asal usul suku Nabatean tak diketahui pasti. Mereka dikenal sebagai suku pengembara yang berkelana ke berbagai penjuru dengan kawanan unta dan domba.
Warga Petra awal adalah penyembah berhala. Dewa utama mereka adalah Dushara (Dzu as-Shara/Dusares), yang disembah dalam bentuk batu berwarna hitam dan berbentuk tak beraturan. Dushara disembah berdampingan dengan Allat,dewi Bangsa Arab kuno.
Mereka sangat mahir dalam membuat tangki air bawah tanah untuk mengumpulkan air bersih yang bisa digunakan saat mereka bepergian jauh. Sehingga, di mana pun mereka berada, mereka bisa membuat galian untuk saluran air guna memenuhi kebutuhan mereka akan air bersih.
Di akhir abad ke-4 Sebelum Masehi, berkembangnya dunia perdagangan membuat suku Nabatean memberanikan diri mulai ikut dalam perdaganan dunia. Rute perdagangan dunia mulai tumbuh subur di bagian selatan Yordania dan selatan Laut Mati. Mereka lalu memanfaatkan posisi tempat tinggal mereka yang strategis itu sebagai salah satu rute perdagangan dunia.
Suku Nabatean akhirnya bisa menjadi para saudagar yang sukses, dengan berdagang dupa, rempah-rempah, dan gading yang antara lain berasal dari Arab bagian selatan dan India timur.
Letak yang strategis untuk mengembangkan usaha dan hidup, serta aman untuk melindungi diri dari orang asing itulah alasan suku Nabatean memutuskan untuk menetap di wilayah batu karang Petra.
Untuk mempertahankan kemakmuran yang telah diraih, mereka memungut bea cukai dan pajak kepada para pedagang setempat atau dari luar yang masuk ke sana. Suku Nabatean akhirnya berhasil membuat kota internasional yang unik dan tak biasa.
Pada awalnya Petra dibangun untuk tujuan pertahanan. Namun belakangan, kota ini dipadati puluhan ribu warga sehingga berkembang menjadi kota perdagangan karena terletak di jalur distribusi barang antara Eropa dan Timur Tengah.
Pada tahun 106 Masehi, Romawi mencaplok Petra, sehingga peran jalur perdagangannya melemah. Sekitar tahun 700 M, sistem hidraulik dan beberapa bangunan utamanya hancur menjadi puing. Petra pun perlahan menghilang dari peta bumisaat itu dan tinggal legenda.
Barulah pada tahun 1812, petualang Swiss, Johann Burckhardt memasuki kota itu dengan menyamar sebagai seorangmuslim. Legenda Petra pun meruak kembali pada zaman modern, dikenang sebagai simbol teknik dan pertahanan.


source: wikipedia

No comments:

Post a Comment